"Gue gak pernah ngerti, Tia bisa sekejam itu ngeduain gue. Gue gak abis pikir sampai detik ini sama apa yang gue liat tadi siang sampe kata-kata yang dia ucapin ke gue tadi sore. Gue udah berusaha jadi pacar yang terbaik buat dia tapi dia malah..."
"Udahlah lex, gue ngerti kok..." pelita mengusap lembut punggung cowok yg berdiri di hadapannya.
"Gue gak tau deh Ta kalo gak ada lo tadi, mungkin gue udah jadi cowok paling gak punya moral karena mau nampar cewek."
"Lex,percuma lo nyesel atau marah. All never be better!"
"Thanx ya Ta, umm... Lo sama Ardha gimana?"
"Gue? gue juga gak lebih beruntung dari lo..." pelita menunduk.
Alex memeluknya, "lo bisa cerita ke gue kalo lo mau," Pelita terisak di pelukan Alex.
"Gue sama gak ngertinya sama lo. Ardha makin dingin dan gak pernah lagi meratiin gue..." katanya masih terisak, "gue kangen Ardha yang dulu."
Alex mengangkat lembut wajah pelita, ia mengusap air matanya, sesekali membelai rambutnya lembut.
"Gue sedih kalo inget sikapnya..."
dan... Bibir lembut Alex mengunci rapat bibir Pelita yang saat itu tidak menolak tapi justru membalasnya sambil sesekali terisak.
"Lex..." pelita baru menyadarinya setelah alex mengakhiri kecupan lembutnya di bibir pelita.
"Sori Ta, gue gak maksud..."
"Gue juga sori ya..." pelita buru-buru memotong kalimat Alex.
"Ta..." kata Alex pelan, "yang tadi... Gue anter lo balik ya? Sekarang udah malem, bahaya kalo lo pulang sendiri." pelita mengangguk pelan.
@@@
Kejadian dua hari itu meyakinkan Alex yang memang pernah jatuh cinta pada Pelita namun ia harus memendamnya dalam-dalam karena Pelita justru jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, Ardha.
“Gue belum pernah berhasil ngelepas dan ngerelain lo, Ta…” kata Alex sambil memandangi foto gadis cantik dengan rambut sebahu itu, “harusnya itu gak gue lakuin malem itu,” sambungnya sambil melipat dua tangannya menutupi wajahnya.
“tok… tok… tok…” Pintu kamar Alex diketuk beberapa kali.
“siapa?”
“kok dikunci sih? Mama nih.”
“iya ma,” dia agak berlari dan membuka pintu kamar lalu mendongakan kepalanya keluar kamar, “kenapa, ma?”
“ada Pelita di bawah.”
“Pelita?? Nyariin aku?”
“iya, udah cepetan temuin dia. kayaknya dia lagi sedih tuh.”
Alex meninggalkan mamanya dan segera meluncur menuruni anak tangga ke lantai bawah. Tampak cewek yang ada di foto tadi dengan stelan baju pink dan rok jeans mininya duduk di ruang tengah.
“Ta,” katanya pelan.
“hai, sori ya ganggu.”
“gak kok. Ada apa?” Alex pun duduk di samping Pelita.
“gue… gue... mau… umm… Lex… itu…”
“kenapa sih?” Alex mulai panik dengan gelagat Pelita yang mulai banyak ba bi bu gak jelas.
“umm… nomer kamu gak ada yang aktif?” walaupun bukan yang sebenarnya ingin Pelita katakan.
“oh, emang kenapa Ta? Ada perlu sama gue?”
Pelita mengangguk, “ada yang pinging gue omongin,” katanya agak tertahan.
“mau di sini aja atau di luar?”
“terserah,” katanya sambil melempar senyum manisnya.
“ya udah, gue ngambil kunci motor dulu, ngobrol sambil makan es krim kayaknya enak?”
Beberapa menit kemudian Alex sudah kembali dengan jaket coklat yang melekat di tubuhnya. Pelita mengikuti langkahnya ke halaman depan. Setelah pamit dengan Mama Alex Pelita pun duduk di bagian belakang motor gedenya Alex.
Sesekali Pelita sempat tersipu dan wajahnya memerah setiap mata mereka bertemu tanpa sengaja, teringat kejadian malam itu mungkin. Yang sangat cepat namun memiliki arti dalam masing-masing untuk keduanya. Mungkin keadaan yang adapun cukup mendukung dimana Pelita sedang Broke dengan Ardha dan Alex baru saja putus dengan kekasihnya Tia yang gak lain adalah sahabat Pelita juga.
@@@
“gue sama sekali gak marah sama kejadian itu, dan gue juga gak nyalahin lo kok Lex… umm… dan lo juga gak perlu ngerasa bersalah gitu. Gue… gue malah mau bilang makasih sama lo. Gue baru sadar belakangan ini lo udah bae banget sama gue. Setiap gue ada masalah sama Ardha lo yang selalu nenangin gue. Tapi… maaf… gue…”
“Pelita, gue gak ada maksud apa apa! Sumpah! Gue gak mau lo salah paham. Kita tetep temenan kan?” katanya menggenggam lembut tangan Pelita, “gue janji bakal usahain ngomong sama Ardha supaya dia gak bersikap seenaknya lagi sama lo.”
Pelita masih membiarkan tangannya hangat dalam genggaman Alex, ia menggeleng pelan, “biarin aja, gue sama dia Break dulu sekarang . Gue kasih dia waktu buat mikirin semuanya.”
Ada sesuatu yang mengganjal dalam hati Alex, ia pingin banget bilang kalau dia sayang banget sama cewek yang ada di hadapannya sekarang. Tapi teringat wajah sahabatnya Ardha ia cepat-cepat membuang perasaan itu.
“oia, lo jadi kuliah dimana? Atau masih belum dapet pilihan universitas?” Tanya Pelita sambil sesekali menyuap eskrim ke mulutnya.
“umm… masih belum tahu. Bokap sih nyuru ke Ausie kayak kakak cewek gue. Tapi…” tapi aku gak mau jauh dari kamu… tambahnya dalam hati.
“tapi?”
“gak, gue pengen universitas dalam negeri aja. Males kalo harus beradaptasi sama orang-orang luar.”
“kalo lo ke luar negeri gak ada lagi dong yang baik sama gue,” Pelita tersenyum manis, “lo udah kayak kakak gue Lex, ya secara gue kan anak tunggal.”
Kakak?! Alex Cuma tersenyum kecut mendengar kalimat akhir ucapan Pelita.
“gue juga ngerasa kayak punya ade cewek, makanya gue gak mau lo sedih…” katanya agak tertahan.
@@@
Sore, di Kamar Alex,
“lo brengsek Lex!” Ardha memukul kuat-kuat dinding kamar Alex.
Alex Cuma menunduk, “sumpah semuanya gak kayak yang lo pikirin.”
“ini!” ia melempar beberapa lembar foto Alex dan Pelita sedang jalan bareng dan ada sebuah foto yang membuat Alex terdiam. Itu foto saat Pelita dan Alex berciuman dulu.
“lo masih mau nyangkal?” Bagas, sahabat merekapun ikut bicara, Alex semakin merasa terpojok.
“kita sahabatan dari kecil Lex, masa lo mau nusuk dari belakang sih?” Guntur yang berpawakan paling gemuk mulai mengamati foto-foto itu satu persatu.
Mereka berempat ada sahabat baik dari masih kecil. Bagas, cowok indo Jerman yang hobinya maen basket dan masih jomblo karena takut sakit hati kalo pacaran. Guntur yang walaupun berbadan paling gemuk tapi nomer satu kalo udah nyangkut taktik dan trik ngegaet cewek. Ardha yang paling emosional dari yang lainnya, dan Alex yang paling dewasa dari keempatnya.
“oke, gue yang salah. ”
“iya, emang lo yang salah!” Ardha mulai melayangkan tinjunya ke wajah Alex hingga bagian sekitar hidungnya agak memar.
@@@
Seminggu Alex seperti hilang dari bumi, Pelita sampai kebingungan bagaimana cara menghubunginya. Sudah beberapa hari terakhir sebelum ia mulai menghindari Pelita, sebelum kejadian di kamar Alex tentunya Pelita dan Alex hampir tiap hari bertemu dan jalan bareng. Sampai hari ini Pelita benar-benar merasa kesepian tanpanya.
Walaupun malu kalau harus mengunjungi rumahnya, Pelita gak punya cara lain dia mendatangi rumah Alex dan ia mendapatkan cowok yang udah dicari-carinya itu sedang duduk di ruang keluarga sendirian.
“kok lo ngilang sih?” kata Pelita dengan ke dua tangan ditekuk di pinggang dan memasang wajah kesal.
“Ta?”
“nyebelin tau gak! Gue sms gak ada yang dibales, telepon juga gak ada yang lo angkat. Gue kan khawatir Lex, lo sampe gak ngasih kabar seminggu ini,” katanya langsung duduk di samping Alex.
“maaf,” katanya mengusap lembut rambut Pelita.
Pelita langsung menyandarkan kepalanya manja di lengan Alex.
“gue kangen tau…” katanya pelan, tapi masih terdengar Alex dan cowok itu tersenyum tanpa di lihat Pelita.
“Lex, gue pingin bilang sesuatu… gue…”
“oh gini?! Gini cara kalian selingkuh dibelakang gue! Ta, lo cewek paling picik yang pernah gue temuin! Dan lo Lex lo sahabat paling brengsek yang pernah gue punya!”
Pelita dan Alex terperanjat kaget melihat Ardha yang sudah ada di hadapan mereka begitu juga Bagas dan Guntur.
“Ar, ini semua masalah kita, Pelita gak tau apa-apa!”
“Gak tau apa apa?! Lo lagi peluk-pelukan gitu, hah!!”
“kamu kenapa sih Ar?” Pelita berdiri dan menghampiri kekasihnya yang sedang dalam status Break.
Ardha menarik tangan Pelita dan memberikan amplop kepadanya, “apaan nih?” Pelita terlihat bingung dan membuka isi amplop itu perlahan.
Ia Cuma memandanginya dalam-dalam tanpa mengucapkan apapun, sesekali ia melihat ke arah Alex dan Ardha bergantian. Wajah manisnya mendadak pias. Baru saja ia akan meyakinkan hatinya kalau dia jatuh cinta pada cowok yang terlihat di foto sedang menggandeng tangannya dan dalam sebuah foto cowok itu sedang memeluk dan mencium bibirnya. Alex… air matanya menetes di atas foto-foto itu.
“udah sadar kan kalo dia brengsek! Di ngerayu pacar sahabatnya sendiri! Di…” Ardha menunjuk ke arah Alex.
“Gak! Cukup Ar! Kamu gak berhak ngehakimin dia kayak gitu! Ini juga salah Aku bukan Cuma salah dia!” Pelita teriak di sela tangisnya, “dia yang selalu ada buat aku, dia yang buat aku ngerasa nyaman, dia yang ada waktu kamu mulai gak peduli lagi sama aku, dia yang ada waktu kamu lebih sibuk sama masalah kamu, aku kesepian Ar… kamu mana tau!! Alex, Cuma dia yang ada buat aku…”
“Guys,” Alex mendekat, “semua murni salah paham…” Alex malepas napas panjang dan, “gue mau buat pengakuan sama kalian. Gue juga udah cape ngimpen ini semua sendiri. Gue juga tersiksa sama perasaan gue sendiri. Udah setahun lalu gue Cuma bisa nyimpen perasaan ini… Gue… gue pernah jatuh cinta gue pernah sayang banget sama Pelita, tapi itu dulu dan udah gak berlaku semenjak lo jadian sama dia.” Alex menunjuk lurus ke arah dada Ardha, “gue udah nyimpen dan ngubur perasaan itu jauh-jauh sejak gue tahu cowok yang Pelita sayang tuh Cuma lo!”
Pelita tersentak, kenapa dulu… dan kenapa aku baru tau dan merasakan perasaan ini sekarang…
“beberapa hari lalu gue Cuma gak mau Pelita terlalu sedih berlarut-larut karena masalah lo dan dia. dan… dan… kejadian itu murni kecelakaan!”
“PLAAAK!” Pelita menampar kencang wajah Alex, dan dia pergi berlari keluar.
Maaf Ta… Buat aku sahabat lebih penting dari cinta ini…
@@@
Pagi, di rumah Pelita,
Setangkai mawar putih dan secarik kertas dengan amplop merah muda tergeletak di lantai saat Pelita membuka pintu untuk menghirup udara pagi itu.
Kamu lebih berharga dari apapun yang pernah ku punya.
tapi maaf PERSAHABATAN untuk ku lebih penting dari cinta ini
ku harap kamu mengerti
mungkin CINtA ku padamu memang harus mati atas nama PERSAHABATAN.
Maaf karena aku mencintaimu
Terimakasih untuk kenangan paling manis yang kamu kasih
Selamat tinggal cinta…
Alex…
Pelita terjatuh lemas, masih digenggamnya mawar putih dan secarik kertas merah muda yang basah oleh air matanya. Sebentar matanya menerawang jauh ke langit pagi itu, ia menarik napas dan menghirup udara pagi dalam-dalam. Akhirnya ia bangun dan berlari ke luar halaman rumahnya, rumah Alex yang memang tak terlalu jauh dari rumahnya, dalam lima menit dan masih dengan napas yang tersengal-sengal ia membuka gerbang rumah Alex.
“Pelita,” Ibu Alex yang sedang menyiram tanaman menghentikan pekerjaannya ketika melihat gadis manis itu masih terisak di halaman rumahnya.
“Tante, Alexnya ada?”
“Alex? Loh kamu gak tahu? Hari ini tadi subuh-subuh dia sudah berangkat ke bandara.”
“bandara?”
“ia, dia memutuskan akan melanjutkan kuliahnya di sana.”
Alex kenapa kamu pergi ninggalin aku? Setelah bikin aku sayang sama kamu… setelah kamu bikin aku gak mau kehilangan kamu… sekarang aku harus gimana buat kasih tahu kamu tentang perasaan ini… aku sayang kamu Lex… kalau jatuh cinta pada pacar atau mantan kekasih sahabat sendiri adalah dosa beri tahu aku bagaimana cara mengelak dan pergi dari perasaan ini? Aku gak bisa mengatur perasaan ku sendiri…? Tapi percuma semua sudah terlambat… Teriaknya dalam hati dengan butiran air mata yang menetes semakin membasahi pipinya.
Minggu, 24 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar